Monday, July 22, 2013

Culinary Spot #4 - Nasi Bancakan, Santapan Sunda Ala Kampung

A week has passed since my last culinary spot review. It means, it's time for the fourth culinary spot. Huraaaay *standing ovation. Ya, kali ini saya akan mereview sebuat tempat makan yang pecah banget dan gaul abis. Nama tempatnya adalah Nasi Bancakan.

Nasi Bancakan Abah (Mang Barna)
Jalan Trunojoyo No.62, Bandung
foto: koleksi pribadi


Nasi Bancakan ini berlokasi di Jalan Trunojoyo No. 62, Bandung. Letaknya sebelahan dengan Restoran Sambara. Saya tau tempat makan ini dari baca-baca review kuliner blogger yang lain. Saya penasaran dan tertarik, katanya rumah makan ini suasananya beda dari rumah makan di kota pada umumnya. Saya pun pergi ke tempat ini dan ternyata memang tempatnya beda, sunda pisan dan ala kampung banget.

foto: koleksi pribadi

foto: koleksi pribadi


Nasi Bancakan ini berhasil menciptakan suasana kampung dengan dekorasi ruangan yang sangat disesuaikan dengan konsep sunda tempo doeloe. Mulai dari penyajian makanan, hingga detail-detail kecil seperti lesehan, meja kayu, lantai, foto-foto dan gambar, lampu, dan kipas angin. Sayangnya ada satu detail yang kurang, TV-nya udah pake jenis LCD TV, jadi kurang dikit deh masalah detailnya. Tapi, secara keseluruhan sih udah kece banget laah penciptaan suasananya.

foto: koleksi pribadi

foto: koleksi pribadi

foto: koleksi pribadi


Menurut saya, yang unik lagi dalam hal dekorasinya adalah adanya berbagai foto tokoh-tokoh pahlawan Indonesia dan foto Presiden - Wakil Presiden RI yang sedang menjabat tergantung di dinding rumah makan ini. Udah jarang banget kan ada tempat makan yang punya foto pemimpin negaranya. Two thumbs up buat Abah yang cinta tanah air banget.

Selain foto tokoh-tokoh lokal Indonesia, ada juga foto tokoh luar negeri, India lebih tepatnya.
Shah Rukh Khan dan Kajol.
Diam-diam si Abah penggemar Bollywood, haha


Selain itu, alat makan di sini juga jadoel-jadoel semua, gelasnya aja pake gelas seng jaman dulu. Piringnya apa lagi, piring seng yang ada gambar bunganya gitu, antik pisan lah. 

gelas seng
foto: koleksi pribadi


piring seng motif bunga yang baheula pisan
foto: koleksi pribadi


Oh iya, sebenernya, arti dari bancakan itu sendiri apa sih?
Ternyata bancakan itu artinya beramai-ramai, ceritanya sih syukuran atau selamatan yang mengundang tetangga untuk makan-makan bareng secara sederhana gitu. Nih, kalo mau yang lebih pasti, lihat KBBI



Karena memang konsep Nasi Bancakan ini rumah makan ala kampung, dan sesuai dengan namanya 'bancakan', penyajian makanan di sini adalah prasmanan dan swalayan. Jadi, kita ngambil sendiri makanannya dan kalo mau mesen jajanan juga pesen sendiri, ntar baru bayar di kasir deh.

antrian ngambil makanan
foto: koleksi pribadi


Di rumah makan Nasi Bancakan ini menyediakan dua jenis nasi, yaitu Nasi Liwet dan Nasi Daun (nasi liwet yang dibungkus daun). Harganya? Lumayan laah, 5000/porsinya.

dapur nasi liwet
foto: koleksi pribadi


Menu makanan lauk dan sayurnya gimana? Banyak banget, sampe lieur (pusing) sendiri deh milihnya, ada sekitar 20an menu disajikan di sini. Menu makanannya merupakan menu-menu khas sunda dan beberapa menu unik jaman dulu -- yang jarang ditemuin di tempat/warung makan lain -- yang membuat kita terbayang pada suasana kampung. Selain yang saya makan, menu yang saya ingat di antaranya ada sayur asem, sayur lodeh, sambal goreng sunda, semur jengkol, sate paruh, buntil, ikan asin, peda, dan pindang. Sebenernya, masih banyak menu-menu yang lain, tapi karena namanya asing bagi saya, saya jadi lupa deh.

sajian makanan warung nasi bancakan
foto: koleksi pribadi


Nah, ini dia makanan pilihan saya, Nasi Liwet pake Tumis Cumi, Pepes Telor Asin, Sayur Tumis (lupa namanya), Abon Sapi, dan sambal. Harganya Rp 31.000,00. Sebenernya harga rata-rata makanan di sini murah, tapi karena saya pake abon, jadinya mahal deh. Abonnya 10000 rupiah, men T_T Yaudah lah yaa, gapapa, abon kan memang mahal, lagian saya suka banget dan yang penting kan enak :9

Rasanya gimana, Din? Nasi Liwetnya harum dan gurih, nik to the mat alias nikmat deh pokoknya. Saya jadi nyesel nggak ngambil banyak. Kalo Tumis Cuminya, menurut saya, basah dan agak asin, tapi enak sih. Terus, Pepes Telor Asinnya, berhubung saya baru pertama kali makan Pepes Telor Asin, jadi saya belum punya pembanding enak atau nggaknya, tapi kalo kata saya mah biasa aja, santannya terasa banget gitu, jadi rada aneh juga rasanya. Sayur Tumisnya standar, sambalnya pedes, Abon Sapinya seperti abon sapi pada umumnya, enaaaak dan mahal, haha.

Nasi Liwet + Abon Sapi + Tumis Cumi + Pepes Telor Asin + Sayur Tumis (lupa namanya) + Sambal = Rp 31.000,00


Selain makanan berat, di sini juga disediakan berbagai macam minuman dan jajanan tradisional. Minuman di antaranya ada Es Kopi Nyeureung (kopi dibajur susu, soda, dan es), Bandrek, Bajigur, Cincau, dan Es Goyobod. Jajanan tradisionalnya ada Arum Manis, Es Goyang, Kue Balok, dan lain-lain. Serunya, semua jajanan di sini lengkap dengan gerobak dan mamangnya, jadi kesan tradisionalnya dapet banget. 

Otak-Otak
foto: koleksi pribadi

Es Goyobod
foto: koleksi pribadi

Es Goyang
foto: koleksi pribadi

Arum Manis
foto: koleksi pribadi

Lapak Kue Balok dan Sang Mamang
foto: koleksi pribadi


Waktu itu, karena saya penasaran banget sama yang namanya Kue Balok dan karena mamangnya ramah dan baik hati, saya beli 1 porsi kue balok (isi 10) buat dibawa pulang ke kosan. Lumayan, buat camilan atau sarapan besok paginya. Bahan pembuatan kue balok sendiri berasal dari gula, tepung, mentega, dan telur. Bentuk kue balok ini mirip dengan kue pukis, tapi ternyata sebenernya cara pembuatannya beda. Kalo kue pukis kan pake kompor tuh, sedangkan kue balok ini dibuat dengan menggunakan arang. Selain itu, kalo dibandingin rasanya, kue balok ini nggak lebih manis dari kue pukis, tapi sangat mengenyangkan.

Kue balok (isi 10) = Rp 13.000,00
foto: koleksi pribadi


Pelayanan di sini oke banget, petugas-petugasnya sangat baik dalam melayani. Kan saya orangnya agak tulalit ya, jadi saya suka nanya-nanya terus gitu hal-hal nggak penting ke petugas yang lewat, tapi mereka selalu menjawab dengan ramah. Dua jempol lagi deh, kali ini buat pelayanannya. Untuk kebersihan, walaupun ramai dan padat, warung Nasi Bancakan ini tetap terasa sangat nyaman karena bersih dan tertata dengan baik.

Doa dari Abah
foto: koleksi pribadi


Buat yang lagi pengen menikmati suasana oldies dan santapan khas sunda, saya sangat merekomendasikan untuk datang ke Warung Nasi Bancakan ini. Insya Allah, nggak bakal nyesel. At least, bisa ngeliat poster Shah Rukh Kan sama Kajol jaman baheula, hehe. Paling nggak, bisa dapet Doa ti Abah: "Mugia Gusti Alloh Anu Maha Welas Asih maparin ka tamu-tamu simkuring kasehatan, rejeki, sareng paronyo tuangna... Amin" Artinya: "Semoga Allah Yang Maha Penyayang memberikan kepada tamu-tamu kami, kesehatan, rezeki, serta lahap makannya... Aamiin" (CMIIW).

Wednesday, July 17, 2013

Bystander Effect, We All Have Responsibilities

Do you still remember the car accident that caused Chinese toddler died on the past October 2011 that actually there are several people passed by the body of that toddler but none of them try to help her?

Quoted from BBC News
A two-year-old girl in southern China, who was run over by two vans and ignored by 18 passers-by, has died, hospital officials say.

source of image: blog.lib.umn.edu


We definitely will think that those passers-by who just left the girl died -- without step in to assist -- are very cruel. But, if we face the condition, we can never guarantee that we wouldn't do the same thing. Normally, we'll think that if we found people who need help, we absolutely will lend our hand and help them. But in the reality, sometimes, it really is different.

You know that someone is really need your help but you're hesitate to give them help. You see there is people who is going to die but you did nothing because you afraid to take an action to save him/her. You actually have to help people in danger but you then think that's not your responsibility, especially when there is another people there. It calls Bystander (ˈbaɪstændər) Effect

This is the definition of bystander effect from Alleydog: Psychology Glossary
The Bystander Effect is a social phenomenon in which a person (or persons) are less likely to offer help to another person (or persons) when there are more people around who can also provide assistance. Many people believe that, when there is an emergency and lots of people are present, the people in need are more likely to get assistance. However, this is not the case. Rather, the more people there are who can help, the less likely each person is to offer help. Thus, when in a group, people are less likely to offer help than when they are alone.


One of the other notorious cases of the bystander effect is in 1964, a young Queens woman named Catherine Genovese who was stabbed to death, raped, and robbed by Winston Moseley outside her own apartment building. In fact, there were 38 people witnessed the incident, heard Kitty's screaming, but just watched the tragedy, none of them tried to help or call the police. 

Catherine Genovese or Kitty Genovese
source of image: blog.lib.umn.edu


Actually, what are the factors that contribute to bystander effect?
Kendra Cherry in About.com states that
There are two major factors that contribute to the bystander effect. First, the presence of other people creates a diffusion of responsibility. Because there are other observers, individuals do not feel as much pressure to take action, since the responsibility to take action is thought to be shared among all of those present.
The second reason is the need to behave in correct and socially acceptable ways. When other observers fail to react, individuals often take this as a signal that a response is not needed or not appropriate. Other researchers have found that onlookers are less likely to intervene if the situation is ambiguous. 

These all are psychological terms. Though I'm an engineering student not a psychology or social science student, doesn't mean I never care with the social things. Instead, the reason I made this writing is because I do really care.

Unconsciously, we also often became a bystander. For example, in the crowded place, when we see there is a stranger -- not too far from us -- whose books fell down, we have a tendency to just see that moment, we want to offer help, but then think again that guy/girl will get any help from others or at least he/she can handle it by themselves. So, we just remain watching it.

That's just a simple example. However, bystander effect can cause a bigger problem, like in the case of Kitty Genovese and Wang Yue. We should not just becoming an observer, but a reliable person.

So, stop becoming a bystander. What you can do to break it are:
  1. Just act, if you know what to do, you should take the first step. You should never think that other people can do better than you.
  2. Keep in your mind that you always have your own individual choice as you have individual responsibility for your own actions. Never deny your common sense.
  3. If you feel confuse about what should you do, or you are not able to do it by yourself, you can ask other people directly and tell them that they also have responsibility to help.
  4. Be more specific in calling people for help, for example by calling the name or his/her characteristics.
  5. Always bear in mind, wonder, and realize what if you who is standing in the insecure and dangerous position. You'll really need other people to help.



source of image: Toyota Website


I hope, this information can contribute well to decrease bystander effect and create a better society. It's time for us to not just become a good people who stand by and let bad things happen, but a good people who responsive, reactive, and make the bad things didn't happen.

Monday, July 15, 2013

Culinary Spot #3 - Kehidupan Tidak Pernah Berakhir, Kawan!

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Waaah lagi pada ngabuburit nih yaa. Walaupun sekarang lagi bulan Ramadhan -- yang artinya kita lagi puasa--, saya teteup nulis review culinary spot nih. Siapa tau bisa jadi referensi buat buka puasa, atau makan malem, atau buat ntar setelah bulan puasa, hehe.

Anyway, udah zen banget belum sih judul postingan saya? Wise wise gimanaa gitu, haha. Eit, ternyata judul postingan saya kali ini adalah nama salah satu restoran vegetarian di Bandung. Pertama kali dengar namanya dari seorang teman, saya sempat ngira ini adalah markas besarnya Mario Teguh, secara nama tempatnya Kehidupan Tidak Pernah Berakhir (selanjutnya akan disingkat KTPB). Super sekali nggak tuh?

Sebenarnya saya bukan seorang vegan, tapi saya cukup penasaran untuk makan di tempat ini beberapa waktu yang lalu. Dari namanya saja sudah cukup menjadi daya tarik bagi kita untuk mencoba. Soalnya jarang banget ada nama restoran yang sepanjang dan sebijak ini.

Kehidupan Tidak Pernah Berakhir, Kawan!
foto: koleksi pribadi


Oke, mari kita ulas tentang restoran ini. Ruangan pertama -- tepat setelah pintu masuk -- adalah counter yang menyediakan oleh-oleh khas Kehidupan, yaitu kerupuk berbahan dasar rumput laut. Di sana saya disambut oleh dua teteh cantik yang sangat ramah dan tentunya menghargai kehidupan.

Masuk lebih dalam, saya menemukan banyak promosi tentang perilaku dan manfaat hidup sebagai seorang vegetarian. Di ruangan tersebut, terdapat berbagai pamflet yang berisi tentang manfaat menjadi vegetarian/vegan, salah satunya adalah dengan menjadi seorang vegan, kita dapat mengurangi berbagai risiko pencemaran lingkungan dan pemanasan global. Di sana juga ada banyak televisi yang menampilkan video yang (sepertinya) berisi tentang program hidup sehat ala vegetarian (saya nggak bener-bener nonton sih, jadi nggak terlalu tau isi filmnya). Menariknya, terpampang banyak foto artis vegetarian juga di ruangan tersebut, di antaranya ada Anne Hathaway, Tobey Maguire, Pamela Anderson, bahkan Mike Tyson ternyata juga seorang vegetarian. Artis Indonesia juga ada loh yang vegan, seperti Dewi Lestari dan Kak Seto. Pantasan aja mereka kalem-kalem gitu yaaa. Kalo saya vegetarian, mungkin foto saya juga akan dipampang di sana.

Perilaku makan kita juga ternyata memengaruhi pemanasan global
foto: koleksi pribadi


Nah, ruangan selanjutnya merupakan ruangan utama, yaitu ruang makan. Ruangannya cukup luas dengan desainnya yang agak mirip kafe. Didominasi dengan warna putih dan biru, ditambah dekorasi bunga matahari dan tumbuhan-tumbuhan hijau di dalamnya menciptakan suasana yang tenang pada tempat ini. Tempatnya juga sangat bersih dan rapi. Cozy banget dan cukup bisa bikin kita betah dan bertahan lama di sana.

ruang makan restoran KTPB
(sebenernya tempatnya terang, cuma saya aja yang nggak bagus ngejepretnya, jadi gelap)
foto: koleksi pribadi

ruang makan restoran KTPB
foto: koleksi pribadi

bunga matahari (bo'ongan)
foto: koleksi pribadi


Tetap gencar dengan promosinya, di ruang makan pun terdapat banyak pesan-pesan dan quotes tentang being a vegan.

Contohnya, 
"To my mind, the life of a lamb is no less precious than that of a human being." 
Mahatma Gandhi 
"If slaughterhouses has glass walls, everyone would be a vegetarian." 
Paul McCartney 
"As long as men massacre animals, they will kill each other. Indeed, he who has the seeds of murder and pain cannot reap the joy of love."
Pythagoras 

Vegan! For the planet, for the people, for the animals!
foto: koleksi pribadi

Ternyata, nggak perlu jadi Superman buat menciptakan perdamaian dunia, cukup jadi Vegan!
foto: koleksi pribadi


Now, it's time for me to review the foods. Makanan di sini, disajikan secara semi-prasmanan. Hah? Gimana tuh maksudnya semi-prasmanan? Jadi, makanan di sini diletakkan di showcase, terus kita pilih sendiri makanan yang kita mau, tinggal tunjuk mau menu yang mana, ntar petugasnya bakal ngambilin pilihan kita. Terus, kita jemput deh makanannya di kasir. Begitchuu.

Selain itu, di sini juga ada menu ala carte yang nama-namanya aneh. Nih, contohnya,  Kwetiau Goreng Surgawi, Nasi Goreng Rahmat dan Kasih, Nasi Capcay Bhinneka Tunggal Ika, Nasi Jamur Crispy Pencerahan Solusi Dunia, Spaghetti Cinta Tidak Menguasai, Nasi Sop Obat Energi adalah Materi, dan lain-lain. Edan sih itu, namanya panjang-panjang dan nggak lazim untuk dijadikan nama makanan. Tapi, itu jadi daya tarik lagi, soalnya unik dan lumayan lucu juga.

Counter pemesanan/pembelian makanan
foto: koleksi pribadi

Menu ala carte KTPB
foto: koleksi pribadi


Saat itu, saya memesan menu buffetnya. Yang harus banget kalian tau, makanannya murah abis. Jadi, untuk menu buffet berlaku Nasi + 4 sayur = Rp 6.000,00. Kalo ngambil sayurnya kurang dari 4? Ya tetep, 6000. Jadi, sebagai anak kos yang sayang orang tua alias hemat, saya harus memanfaatkan kesempatan mendapat nasi dan 4 sayur dengan harga 6000 itu. Tapi, karena saya juga penasaran sama yang namanya daging buatan, saya memesan dendeng juga pada akhirnya. Saya lupa harga dendengnya berapa, yang pasti, sama dengan / di atas Rp 5.000,00. Kalau daging-dagingannya memang nggak semurah sayurnya, soalnya harus diolah dan proses pembuatannya (sepertinya) susah deh, kan nggak dari daging beneran. Rasanya gimana? Kalo sayur, menurut saya standar sih, not that good, not that bad. Kalo rasa Dendeng jadi-jadiannya, lumayan mirip dengan rasa dendeng asli walaupun seratnya terasa beda. Ya, kalo yang namanya palsu, pasti nggak bakal sama lah yaa. Untuk makanan, secara keseluruhan menurut saya lumayan enak ;)

Sayangnya, saya agak fail di bagian minuman. Waktu itu, saya memesan Markisa, dengan pertimbangan banyak orang yang memesannya padahal harganya tergolong mahal dibandingkan makanannya, yaitu 10000 rupiah. Di pikiran saya, Markisa itu menu minuman favorit di KTPB, diberi perlakuan spesial pada pengolahannya atau porsinya bakalan gede banget. Ternyata, yang saya dapatkan, lebih mirip air sirup markisa yang bisa dibeli di supermarket terus bikin sendiri di rumah. Tapi, yaa sudahlah, makanan yang udah masuk ke pencernaan kita nggak boleh dicela. Lagian, siapa tau memang Markisanya dari buah markisa spesial.

Nasi + 4 sayur + Dendeng
foto: koleksi pribadi

Markisa | Rp 10.000,00 (baru naik, sebelumnya Rp 8.000,00)
foto: koleksi pribadi

Restoran Kehidupan Tidak Pernah Berakhir
Jalan Padjajaran No.63, Bandung
foto: koleksi pribadi

Walaupun di perjalanan pulang, saya jadi sempat kepikiran buat jadi vegetarian, Restoran KTPB ini ternyata belum cukup sukses mempromosikan ajakan menjadi vegetariannya kepada saya. Saya belum sanggup mengemban amanah menciptakan perdamaian dunia. Saya belum sanggup meninggalkan daging-daging sungguhan, Kawan!

Friday, July 12, 2013

Ramadhan Kareem

Indian Muslim men gather to sight the crescent moon in the compound of Jamia Masjid or Grand Mosque in New Delhi, India, Wednesday, July 10, 2013.
Muslims look for the hilal to determine the begining of Ramadan (AP Photo/Altaf Qadri)
image source: New Haven Register

Muslims attend an evening communal prayer session called "Tarawih" to mark the holy fasting month of Ramadan at the Bajrakli Mosque in Belgrade, Serbia, on July 9, 2013. (Reuters/Marko Djurica)
image source: The Atlantic

Turkish anti-government protesters gather as they break their first day of fasting for the Muslim holy month of ramadan on Istiklal Street, the main shopping corridor, on July 9, 2013 in Istanbul. (Bulent Kilic/AFP/Getty Images)
image source: The Atlantic

Muslims traditionally use dates to break their fast. (AP Photo/Murad Sezer)
image source: Guardian

A family reads verses from Quran at a relative's grave in a cemetary, a day before the Islamic holy month of Ramadan, in Jakarta, on July 9, 2013. Traditionally Indonesian Muslims will visit the graves of their relatives before and towards the end of the holy month. (Reuters/Enny Nuraheni)
image source: The Atlantic

A Palestinian boy plays with fireworks as he celebrates the start of the Muslim holy month of Ramadan in Gaza City, Wednesday, July 10, 2013. (AP Photo/Hatem Moussa)
image source: New Haven Register



All praise is due to Allah
It such a bliss for me that I can face Ramadhan again
Because this is the month that make us be grateful more
This is the month that bring us excitement
This is the month that full of forgiveness, blessings, and grace
Who doesn't love this month?
Ramadhan Mubarak, everyone!








O you who have believed, decreed upon you is fasting as it was decreed upon those before you that you may become righteous. (Quran 2:183) 

Monday, July 8, 2013

Culinary Spot #2 - Sate Maulana Yusuf: Sate Legendaris, Harga Hemat, Rasa Berkualitas

Buat para penggemar kuliner, saya hadir kembali kali ini di culinary spot kedua. Kira-kira tempat makan apa yang akan saya review di postingan ini? Biarpun udah ketahuan dari judulnya, kalian pura-pura nggak tau aja yaaa -___- Petunjuknya adalah makanan yang penyajiannya dengan cara ditusuk. 

ini tusuk konde, nggak mungkin dimakan
sumber gambar: loakanantik.blogspot.com

apa lagi yang ini, tentu saja bukan
sumber gambar: cinemas-de-recherche.org


Hayooo, terus makanan yang tusuk apa dong? Yup, exactly, SATE or SATAY or SATAI. Kali ini saya akan mereview tentang salah satu rumah makan sate legendaris di Bandung, Sate Maulana Yusuf. Sate ini sudah ada sejak tahun 1985. Legend banget kaan. Lokasi Sate Maulana Yusuf cukup mudah dicapai, yaitu di Jalan Maulana Yusuf No.21. Dari Dago, masuk ke Jalan Diponegoro, terus masuk lagi ke Jalan Maulana Yusuf, langsung deh ketemu. Warung satenya tepat berada di seberang GKI Maulana Yusuf. Selain di Jalan Maulana Yusuf, sate ini juga punya cabang di Paskal Hyper Square dan Riau Junction, Bandung.

Warung Sate Maulana Yusuf
foto: koleksi pribadi


Menurut saya, tempatnya cukup nyaman, bersih dan rapi. Untuk kapasitas, Sate Maulana Yusuf ini sepertinya bisa memuat sekitar 70an pelanggan (CMIIW), tempat makannya ada yang outdoor ada juga yang indoor Saat itu, saya pilih yang outdoor soalnya ada cowok ganteng juga yang lagi makan di situ. Haha, nggak deng. Untuk parkir motor ada lahan seperti halaman rumah, di sebelah warung sate, sedangkan mobil parkirnya di pinggir jalan sekitar warung sate ini. 

Di sini menyediakan banyak pilihan makanan, di antaranya Sate Ayam, Sate Kambing, Sate Sapi, Sate Kulit Ayam, Sate Usus Ayam, Sop Buntut Sapi, Soto Ayam Tauco, Gule Kambing, Gado-Gado, dan lain-lain. 

Beberapa menu andalan Sate Maulana Yusuf
foto: koleksi pribadi


Selain itu, di sini juga ada Tahu Pletok dan Tahu Aci yang bisa jadi pilihan camilan saat menunggu makanan utama datang. Saya memesan satu porsi Tahu Pletok seharga 10000 rupiah. Satu porsi Tahu Pletok terdiri dari 5 potong tahu dan kecapnya. Tahu Pletok ini rasanya gurih-gurih kenyal dan agak mirip batagor minus bumbu kacang. 

Tahu Pletok | Rp 10.000,00
foto: koleksi pribadi


Nah, ini dia main course saya. Lontong dan Sate Daging Ayam yang semuanya disajikan terpisah supaya bisa sesuai dengan selera.

Lontong + Sate daging Ayam | Rp 32.500,00
foto: koleksi pribadi


Lontong yang harganya 5000 rupiah/porsi ini memang terlihat sedikit, namun teksturnya yang padat bener-bener bisa bikin kita cukup kenyang. Untuk yang tidak menyukai lontong, tenang aja, soalnya di sini juga menyediakan nasi.

Lontong | Rp 5.000,00
foto: koleksi pribadi


Bumbu Kacang dari Sate Maulana Yusuf ini memiliki tekstur yang tidak begitu halus dan lebih kental dibandingkan bumbu kacang pada umumnya. Kacangnya juga jadi lebih terasa. Ternyata ini dikarenakan, bumbu kacang ini dibuat dengan cara diulek secara manual, bukan dengan blender atau food processor lainnya. Nilai plus nih, buatan tangan langsung biasanya emang lebih yahuud. Oh iya, kalo merasa bumbu kacangnya nggak cukup, boleh minta tambahin ke mas-masnya, gra to the tis, gratis!

Namun, menurut saya bumbu kacangnya not that mutually exclusive. Soalnya juga, saya pernah ngerasain sate yang bumbu kacangnya lebih enak, di kampung halaman saya, Pontianak. Kapan-kapan saya bikin review tentang Kuliner kota saya yang uedaan ajib, yahud, dan gokil deh.

Bumbu Kacang
foto: koleksi pribadi


Cengek -- atau dalam bahasa Indonesia rawit -- dan Acar ini disajikan untuk memperkaya rasa dari bumbu kacang. Kalau mau pedas, ya tinggal tambahin cengeknya ke bumbu kacangnya. Kalau mau tambah gurih, tambahin deh si acar. Racik sendiri supaya bumbunya pas dengan yang diinginkan. 

Cengek dan Acar
foto: koleksi pribadi


Jeng jeng jeng jeng, ini diaaa Sate Daging Ayam. Dagingnya gempal-gempal banget, men! Segede jempol kaki. Baru lihat aja saya langsung kenyang, haha. Pantas aja harganya lumayan mahal dibanding sate-sate kaki lima. Ini nih yang jadi senjatanya Sate Maulana Yusuf sejak dahulu kala. Tentang rasa? Daging ayamnya manis, empuk dan gosongnya pas, jadi dapet banget gurihnya. Puas banget deh makannya. Apalagi kalo dibalur langsung atau dicocol sama bumbu kacang yang udah kita racik. Wow fantastic baby-nya Big Bang banget! Oke, itu agak lebay --"

Sate Daging Ayam | Rp 27.500,00/10 tusuk
foto: koleksi pribadi


Di lahan yang sama juga terdapat gerobak Siomay dan Baso Tahu Bima. Pilihan selain sate yang juga bisa dinikmati.

Siomay & Baso Tahu Bima
foto: koleksi pribadi


Untuk pelayanan, petugas di sini sangat ramah. Walaupun jumlahnya tidak banyak, mereka cukup gesit dalam bekerja, sehingga makanan dapat disajikan di hadapan kita tanpa harus menunggu lama. Saya sempat mengintip ke dapur Sate Maulana Yusuf ini (kebetulan waktu itu saya permisi ke belakang karena mau numpang wudhu buat solat) para 'chef' di sini didominasi oleh ibu-ibu 30-50 tahun. Kondisi dapurnya juga cukup terawat dan boleh dikatakan cukup bersih. Jadi, nggak perlu terlalu khawatir dengan kualitas sajian di sini.

Waktu operasional Sate Maulana Yusuf: 10.00-14.00 dan 16.30-22.00
foto: koleksi pribadi


Tunggu apa lagi, buat yang gemar makan sate dan lagi laper. Pengen sate enak tapi harga cukup terjangkau. Sate Maulana Yusuf bisa jadi salah satu pilihan yang tepat.

NB: Harganya belum termasuk pajak 10%