Thursday, January 2, 2014

Terima kasih 2013 :)

Jujur, saya merupakan salah satu orang yang masih belum tau kenapa kita harus membuat acara besar-besaran untuk menyambut tahun baru, walaupun tiap tahunnya saya masih mengikuti rutinitas  yang most-humankind-in-this-world lakukan  berpesta merayakan tahun baru. Tapi tetap saja, keesokan paginya setelah perayaan itu pasti saya selalu bertanya-tanya kenapa tahun baru harus dirayakan sedemikian rupa, mengapa mengeluarkan uang hanya untuk melihat kembang api dan meniupkan terompet tahun baru. Saya pernah berpikir sebuah pembenaran, mungkin perayaan ini sebagai simbol optimisme kita bahwa di tahun yang baru, kita bisa menjadi orang yang lebih baik. Saya tau, itu memang berlebihan, tapi saya sudah tidak menemukan alasan yang lebih baik dan dapat dibenarkan selain itu.

Tahun baru saya kali ini berbeda dengan tahun baru-tahun baru saya sebelumnya, karena kali ini saya menghabiskan malam tahun baru saya hanya berdiam diri di kosan, browsing, dan membaca ditemani backsound riuhnya bunyi terompet dan kembang api dari luar kosan. Ternyata, saya tidak merasakan kehilangan atau kehampaan dengan tidak merayakan tahun baru (satu-satunya yang saya rindukan saat itu adalah berkumpul bersama keluarga). Di saat-saat seperti ini, saya memikirkan cukup banyak hal mengenai diri saya, apa yang sudah saya lakukan dan apa yang akan saya lakukan. Pencapaian apa saja yang sudah saya peroleh untuk diri saya. Apakah saya sudah memberikan sesuatu untuk sekitar.

Ketika itu pula, saya menyadari bahwa 2013 saya lalui tanpa prestasi maupun pencapaian yang signifikan. Waktu diingat-ingat kembali, memang cukup banyak kompetisi-kompetisi dan organisasi/unit yang saya coba ikuti, sayangnya belum ada yang benar-benar membuat saya merasa 2013 itu tahunnya saya. Hmm, kali ini saya terlihat seperti seorang ambisius yang kehilangan kesempatan dan semangatnya, haha. Yeah, I sadly proved it's true that Bang-ups and Hang-ups can really happen. Kalo kata orang life is full of ups and downs, saya merasa di 2013 saya lagi stagnan di antaranya. 

Hmmm, walaupun demikian, hidup ada bukan untuk disesali, segala sesuatu pasti ada pembelajarannya, tinggal bagaimana mengetahui pembelajaran apa yang didapat dan bagaimana menggunakannya untuk membuat hidup lebih baik sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sesuatu akan memiliki makna yang berbeda jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, bukan? Kalau dipikir-pikir lagi, bisa dibilang saya justru mendapat banyak pembelajaran dari 2013 ini. Mulai dari yang saya dapat dari kompetisi-kompetisi debat, penjurusan, kaderisasi, dan ekspedisi pelita muda (walaupun gagal berangkat, haha).

Di tahun 2013, saya mengikuti tiga kompetisi debat bahasa Inggris, Asian English Olympics di Jakarta sebagai novice team yang hanya bisa tembus hingga babak final (until now, I still feel guilty that it was because of my bad performance in the final so my team couldn't win), Polinela National English Debating Championship di Lampung yang tidak berhasil jadi breaking team, dan Java Overland Varsities English Debate sebagai N-1 yang beruntung lolos breaking adjudicators. 

SEF ITB at JOVED 2013, Brawijaya University, Malang
sumber
Debat mengajarkan saya berpikir kritis, melihat sesuatu dari berbagai sisi dan sudut pandang, bahwa segala sesuatunya memiliki sisi baik dan buruk, bahwa segala persoalan harus ditinjau dari berbagai segi, dari sosial, lingkungan, ekonomi, hingga kepentingan kelompok-kelompok yang ada. Banyak ilmu dan informasi baru yang saya peroleh dari latihan-latihan debat yang saya lakukan. Saya senang belajar banyak hal baru. Namun perkembangan saya yang sangat lambat di komunitas ini, menyebabkan saya mulai berpikir apakah saya tepat berada di sini. Bagaimana pun, saya tidak ingin meninggalkan Student English Forum (unit tempat saya belajar debat) ini sehingga saya putuskan untuk tidak menjadikan debat sebagai prioritas utama saya setelah akademik. Pelajaran pertama, saya yang menjalankan hidup ini dan saya tau apa yang saya butuhkan.

Selanjutnya adalah penjurusan. Bagi saya, penjurusan merupakan tahap penting yang terjadi di tahun 2013 ini. Bagaimana tidak, penjurusan itu bagaikan pintu yang saya pilih untuk melanjutkan ke mana saya akan menjemput masa depan saya. Meski bukan merupakan jurusan terfavorit di fakultas, saya bangga dan bahagia masuk di jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika. Walaupun sudah yakin akan pilihan yang saya pilih, pada masa awal kuliah, masih terbersit pertanyaan tepatkah saya memilih jurusan ini, apalagi masih banyak kerabat dan teman yang meragukan jurusan ini karena memang namanya belum begitu populer, bahkan ada beberapa teman yang menertawakan pilihan saya ini. Setelah satu semester belajar dan mendapat pencerahan di sini, tidak ada yang dapat menggoyahkan keyakinan saya bahwa ini merupakan jurusan yang paling tepat bagi saya. Betapa ilmu geodesi akan sangat berperan di pembangunan terutama berkaitan dengan program AFTA. Betapa ilmu geodesi diperlukan oleh ilmu-ilmu lainnya untuk melakukan perencanaan, dan masih banyak betapa lainnya.

sumber

Ya, suatu ilmu itu ada karena pasti ia diperlukan. Jadi, pelajaran kedua adalah jangan pernah menilai sesuatu buruk dari luar, ketika kita belum tau apa-apa tentang hal tersebut. Oh iya, selain itu, setelah masuk di jurusan ini, saya mengetahui gambaran jelas mengenai impian, tentang apa yang ingin saya lakukan (secara lebih detail) di masa depan.

Momen selanjutnya adalah kaderisasi. Untuk bisa bergabung di Ikatan Mahasiswa Geodesi ITB, saya harus melewati PPAB (Proses Penerimaan Mahasiswa Baru) atau kaderisasi. Saya merupakan salah satu orang yang tidak setuju dengan hal-hal berbau OSPEK dsb. Menurut saya, OSPEK yang selama ini berlangsung hanya membuat kesenjangan antar angkatan dan ajang pembuktian eksistensi bagi angkatan senior. Dan bagi saya saat itu, PPAB IMG ini sama saja halnya dengan ospek-ospek pada umumnya. Namun, selama kurang lebih 4 bulan mengikuti proses kaderisasi dalam rangkaian PPAB, saya mendapatkan banyak pelajaran dan nilai-nilai. Saya bersyukur masuk di ITB yang notabene mahasiswanya sudah berpikiran lebih madani sehingga ospek yang biasanya identik dengan kekerasan dan pembodohan tidak saya alami di sini. PPAB IMG  yang menyita hampir sebagian waktu saya – benar-benar bisa menurunkan nilai-nilai yang baik dan berguna bagi saya.
Ya, kaderisasi memang erat kaitannya dengan penurunan nilai. Penurunan nilai akan selalu ada selama kita hidup beraktivitas, tak hanya di kampus Ganesha tapi di mana saja berada. Saya yakin, nilai-nilai yang saya peroleh baru sebagian. Saya yakin masih banyak nilai-nilai yang saya dapat peroleh dari IMG hingga waktunya kelak saya diarak dari Sabuga dan terjun langsung membangun Indonesia. Walaupun memakan waktu yang sangat lama dan menyebabkan hidup saya beberapa waktu lalu menjadi tidak terurus, saya tetap bersyukur dengan adanya kaderisasi. Saya jadi sedikit lebih paham mengenai pergerakan mahasiswa, saya lebih mengerti bagaimana seharusnya berorganisasi yang benar, dan saya kini tau pentingnya alur berpikir dalam mengerjakan segala sesuatu (diperoleh dari tugas untuk mengadakan pengabdian masyarakat dalam rangkaian acara PPAB), dan yang pasti saya lebih mengenal "keluarga" yang nantinya akan berjalan bersama beberapa tahun ke depan. Klise ya? Tapi bener loh :')

Yang terakhir namun tidak kalah penting di 2013 ini adalah Ekspedisi Pelita Muda (selanjutnya disingkat XPM). XPM ini adalah gerakan yang dibentuk oleh Kabinet Pelita Muda Keluarga Mahasiswa ITB. Gerakan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi daerah-daerah terpencil dan terdepan Indonesia (lebih lengkap tentang Ekspedisi Pelita Muda, klik gambar).
Setelah melalui proses seleksi, akhirnya saya lolos dan diterima di dalam Tim Ekspedisi ini. Untuk mempersiapkan diri agar di daerah tujuan (Pulau Siberut, Kabupaten Sumba Timur,  dan Kepulauan Tanimbar) bisa melaksanakan tugas pendataan dan berbaur dengan masyarakat, kami diberikan pendidikan dan pelatihan yang tentunya harus kami ikuti. Sayangnya, waktu diklat XPM dan pelaksanaan PPAB IMG seringkali bentrok sehingga seringkali saya terpaksa meninggalkan diklat XPM. Pada akhirnya, akibat kemampuan yang buruk dalam memanajemen waktu, saya tidak mendapat surat izin berangkat dari supervisor  Wanadri  lantaran tidak memenuhi kewajiban diklat yang seharusnya. Sedih memang rasanya ketika mengetahui saya tidak jadi berangkat turun langsung ke Kabupaten Sumba Timur tapi bukan berarti kesempatan saya untuk berkontribusi nyata buat Indonesia berakhir. Kembali pada niat semula, bahwa saya mendaftar di gerakan ini bukan hanya untuk pergi jalan-jalan melainkan untuk berkontribusi, saya pun tetap bisa mewujudkan niat saya ini dengan menjadi Tim Komunikasi di Bandung. Bagaimana dengan waktu yang telah saya korbankan untuk mengikuti diklat-diklat sebelumnya? Saya rasa, tidak ada yang perlu disayangkan, toh saya juga mendapatkan banyak ilmu dari diklat-diklat yang saya ikuti. Dan hal terpenting yang saya dapatkan dari XPM adalah tentang semangat berbagi. Bagaimana kita bisa  selalu berbagi dalam berbagai macam bentuk dan kondisi, langsung maupun tidak langsung, dalam kondisi kita mampu maupun dalam keterbatasan.

Di tahun 2013, ternyata saya memperoleh banyak pembelajaran dan hikmah. Di tahun ini, saya belajar untuk bisa memaknai segala sesuatunya. Satu lagi, pembelajaran penting. Bersyukur. Bersyukur atas segala hal yang kita peroleh, baik itu sesuai dengan yang kita inginkan maupun tidak. Sikap yang senantiansa bersyukur harus diwujudkan dalam keseharian, bukan hanya sebatas dijadikan jargon kehidupan. Ya, hidup memang penuh dengan naik dan turun. Yang harus kita lakukan adalah menikmati ketika sedang di atas dan berusaha bangkit ketika di bawah. Keduanya harus selalui dimaknai dan disyukuri.

Semoga, di tahun 2014 ini, saya bisa menjadi lebih baik, memaknai kehidupan, lebih banyak berbagi, dan senantiasa ingat untuk terus bersyukur. Dan saya harap, saya bisa menularkan semangat-semangat ini kepada dunia sekitar. Aamiin.

No comments: